Jumat, 08 Januari 2010

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN BBLR

Kumpulan Asuhan Keperawatan

Askep BBLR

Askep Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah




Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)



Pengertian



Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).



Dalam hal ini dibedakan menjadi :
  1. Prematuritas murni

    Yaitu bayipada kehamilan <>berat badan sesuai.
  2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)

    Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.


Etiologi



Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
  1. Faktor ibu
    • Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
    • Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
    • Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok


  2. Faktor kehamilan
    • Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
    • Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini


  3. Faktor janin
    • Cacat bawaan, infeksi dalam rahim


  4. Faktor yang masih belum diketahui


Komplikasi
  • Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
  • Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
  • Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
  • Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
  • Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
  • Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal


Penatalaksanaan
  • Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
  • Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
  • Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
  • Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.


Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
  2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan
  3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat.




Intervensi



Diagnosa Keperawatan 1 :

Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru



Tujuan :

Pola nafas yang efektif



Kriteria Hasil :
  • Kebutuhan oksigen menurun
  • Nafas spontan, adekuat
  • Tidak sesak.
  • Tidak ada retraksi
Intervensi
  • Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
  • Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
  • Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan




Diagnosa Keperawatan 2 :

Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan



Tujuan :

Pertukaran gas adekuat



Kriteria :
  • Tidak sianosis.
  • Analisa gas darah normal
  • Saturasi oksigen normal.
Intervensi :
  • Lakukan isap lendir kalau perlu
  • Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
  • Observasi warna kulit
  • Ukur saturasi oksigen
  • Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
  • Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan




Diagnosa Keperawatan 3 :

Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit



Tujuan :

Hidrasi baik



Kriteria:
  • Turgor kulit elastik
  • Tidak ada edema
  • Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
  • Elektrolit darah dalam batas normal
Intervensi :
  • Observasi turgor kulit.
  • Catat intake dan output
  • Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah.




Diagnosa Keperawatan 4 :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat



Tujuan :

Nutrisi adekuat



Kriteria :
  • Berat badan naik 10-30 gram / hari
  • Tidak ada edema
  • Protein dan albumin darah dalam batas normal
Intervensi :
  • Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
  • Observasi dan catat toleransi minum
  • Timbang berat badan setiap hari
  • Catat intake dan output
  • Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu.
Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-bayi-dengan-bblr.html

Download Askep Bayi BBLR Gratis :



Nanda Nursing Diagnosis
read more...

Kamis, 07 Januari 2010

ASUHAN KEPERAWATAN HEMATOMESIS MELENA

Kumpulan Asuhan Kerperawatan

Asuhan Keperawatan Hematomesis Melena

Askep Hematomesis Melena




Hematomesis Melena



Pengertian



Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.

Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.





Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
  • Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
  • Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
  • Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
  • Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
  • Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)





Diagnosis

Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium




Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.



Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.

Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.



Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.



Pemeriksaan endoskopik

Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.



Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.





Terapi



Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
  1. Pengawasan dan pengobatan umum
    • Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
    • Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
    • Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum tersedia darah.
    • Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
    • Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
    • Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
    • Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
    • Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.


  2. Pemasangan pipa naso-gastrik

    Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
  3. Pemberian pitresin (vasopresin)

    Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
  4. Pemasangan balon SB Tube

    Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
  5. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
  6. Pemakaian bahan sklerotik

    Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
  7. Tindakan operasi

    Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.

    Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.


Prognosis



Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.

Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.



Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-hematomesis-melena.html

Download Askep Hematomesis Melena Gratis :



pengkajian Hematoemesis dan Melena



A. Riwayat Kesehatan
  1. Riwayat mengidap :

    Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
  2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
  3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
  4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
  5. Kebiasaan/gaya hidup :

    Alkoholisme, kebiasaan makan


B. Pengkajian Umum
  1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
  2. Eliminasi :
    • BAB :

      konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat, jumlahnya)
    • BAK :

      warna gelap, konsistensi pekat


  3. Neurosensori :

    adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
  4. Respirasi :

    sesak, dyspnoe, hipoxia
  5. Aktifitas :

    lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot


C. Pengkajian Fisik
  1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
  2. Inspeksi :

    Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)

    Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah

    Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat

    Kulit : dingin
  3. Auskultasi :

    Paru

    Jantung : irama cepat atau lambat

    Usus : peristaltik menurun
  4. Perkusi :

    Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak

    Reflek patela : menurun
  5. Studi diagnostik

    Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum, amonoiak, albumin.

    Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan

    Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.


D. Pengkajian Khusus

Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
  1. Oksigen

    Yang dikaji adalah :
    • Jumlah serta warna darah hematemesis.
    • Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal, potensial aspirasi.
    • Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas, mencegah renjatan.
    • Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi secara kontinyu.
    Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
  2. Cairan

    Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.



    Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
    • Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan edema.
    • Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
    • Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
    • Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal.


  3. Nutrisi

    Dikaji :
    • Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya makanan lunak.
    • Pola makan klien
    • BB sebelum terjadi perdarahan
    • Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.


  4. Temperatur

    Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
  5. Eliminasi

    Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
    • Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
    • Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
    • Perlindungan

      Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
    • Kebutuhan Fisik dan Psiologis

      Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.

      Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
      • Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
      • Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan darah.




Diagnosa Keperawatan yang Muncul
  1. Defisit volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif)
  2. Potensial gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
  3. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan asites dan menurunnya pengembangan diafragma.
  4. Potensial inferksi sehubungan dengan berkurangnya sel darah putih.
  5. Gangguan rasa nyaman: nyeri sehubungan dengan rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme otot dinding perut.
  6. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
  7. Kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
  8. Risiko tinggi terjadinya gangguan kesadaaran.




Free Nursing Care Plan




Articles of Nursing



Daftar Pustaka



Soeparman: Ilmu penyakit dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta. 1984

Long, Phips, Medical surgical nursing, Philadelphia, WB. Sounders. 1991

Junadi, P. et all, Kapita selekta, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta. 1984
read more...

Minggu, 03 Januari 2010

Askep : Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam

Kejang Demam

Pengertian

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba � tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)


Etiologi

Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
  1. Obat � obatan
    racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan

  2. Ketidak seimbangan kimiawi
    hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis

  3. Demam
    paling sering terjadi pada anak balita

  4. Patologis otak
    akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik

  5. Eklampsia
    hipertensi prenatal, toksemia gravidarum

  6. Idiopatik
    penyebab tidak diketahui

Tanda dan Gejala

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
  1. Kejang demam sementara
    • Umur antara 6 bulan � 4 tahun
    • Lama kejang lebih dari 15 menit
    • Kejang bersifat umum
    • Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
    • Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
    • Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang

  2. Kejang demam komplikata
    • Diluar kriteria tersebut diatas

Komplikasi
  1. Kejang berulang
  2. Epilepsi
  3. Hemiparese
  4. Gangguan mental dan belajar

Pemeriksaan Diagnostik
  1. Darah
    Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <>BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
    Elektrolit : K, Na
    Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
    Kalium ( N 3,80 � 5,00 meq/dl )
    Natrium ( N 135 � 144 meq/dl )

  2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.

  3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

  4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

  5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

  6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

Penatalaksanaan Medik
  1. Pemberian diazepam
    • dosis awal : 0,3 � 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
    • bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit.

  2. Turunkan demam
    • anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
    • kompres air biasa

  3. Penanganan suportif
    • bebaskan jalan nafas
    • beri zat asam
Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2010/01/askep-asuhan-keperawatan-anak-kejang.html

Download Askep Anak Kejang Demam Gratis :



Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Kejang Demam


Pengkajian

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
  1. Data subyektif
    • Biodata/Identitas
      Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
      Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

    • Riwayat Penyakit
      1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada kejang ?
        Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak

      2. Apakah disertai demam ?
        Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.

      3. Lama serangan
        Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

      4. Pola serangan
        • Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
        • Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
        • Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
        • Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
          Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

      5. Frekuensi serangan
        Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

      6. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
        Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?

      7. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
        Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

      8. Riwayat penyakit dahulu
        • Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
        • Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.

      9. Riwayat kehamilan dan persalinan
        Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

      10. Riwayat imunisasi
        Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

      11. Riwayat perkembangan
        Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
        • Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
        • Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
        • Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
        • Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

      12. Riwayat kesehatan keluarga.
        • Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
        • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
        • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.

      13. Riwayat sosial
        • Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
        • Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?

      14. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
        • Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
        • Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
          • Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
          • Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
          • Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

      15. Pola nutrisi
        • Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?

        • Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

      16. Pola eliminasi
        • BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
        • BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

      17. Pola aktivitas dan latihan
        • Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
        • Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
        • Aktivitas apa yang disukai?

      18. Pola tidur/istirahat
        • Berapa jam sehari tidur?
        • Berangkat tidur jam berapa?
        • Bangun tidur jam berapa?
        • Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

  2. Data Obyektif
    • Pemeriksaan Umum
      Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

    • Pemeriksaan Fisik
      1. Kepala
        Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?

      2. Rambut
        Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

      3. Muka/ wajah
        Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

      4. Mata
        Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

      5. Telinga
        Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

      6. Hidung
        Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

      7. Mulut
        Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?

      8. Tenggorokan
        Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?

      9. Leher
        Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?

      10. Thorax
        Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

      11. Jantung
        Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

      12. Abdomen
        Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

      13. Kulit
        Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

      14. Ekstremitas
        Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

      15. Genetalia
        Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?


Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

  2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi


Intervensi

Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :
  • Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
  • Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
  • Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
  • Pengetahuan tentang risiko
  • Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
  • Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
    Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

  • Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
    Rasional : meningkatkan keamanan klien.

  • Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
    Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

  • Letakkan klien di tempat yang lembut.
    Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.

  • Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
    Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

  • Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
    Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.


Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Thermoregulation

Kriteria Hasil :
  • Suhu tubuh dalam rentang normal
  • Nadi dan RR dalam rentang normal
  • Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
  • Kaji faktor � faktor terjadinya hiperthermi.
    Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

  • Observasi tanda � tanda vital tiap 4 jam sekali
    Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.

  • Pertahankan suhu tubuh normal
    Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

  • Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
    Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

  • Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
    Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.

  • Atur sirkulasi udara ruangan.
    Rasional : Penyediaan udara bersih.

  • Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
    Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

  • Batasi aktivitas fisik
    Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
read more...